Membangun Citra Lembaga
“All business in a democratic country begins with public permission and exists by public approval”
Membicarakan citra sama halnya dengan pekerjaan bagaimana anda membangun image atau persepsi organisasi/perusahaan dibenak khalayak. Image adalah persepsi yang paling menonjol. Organisasi/lembaga profit maupun non profit yang memiliki citra baik dimata konsumen, produk dan jasanya relatif lebih bisa diterima konsumen dari pada perusahaan yang tidak memiliki citra.
Citra lembaga tidak bisa direkayasa. Citra positif akan terbentuk jika performa lembaga benar-benar seperti yang apa diberitakan oleh lembaga tersebut. Citra akan terbentuk dengan sendirinya dari upaya yang kita tempuh sehingga komunikasi dan keterbukaan lembaga merupakan salah satu kunci penting untuk mendapat citra yang positif.
Dampak positif lain citra yang baik adalah terhadap karyawannya lembaga itu sendiri. Karyawan yang bekerja pada perusahaan yang citranya baik dan positif akan memiliki rasa bangga sehingga dapat memicu motivasi mereka untuk bekerja lebih produktif. Dengan demikian, pertumbuhan dan profitabilitas perusahaan akan meningkat. Selain itu, citra lembaga yang baik juga menjadi incaran para investor yang otomatis akan semakin yakin terhadap daya saing dan kinerja sebuah lembaga/perusahaan.
Memahami bahwa keberhasilan perusahaan tidak hanya tergantung pada mutu produk dan jasanya tapi juga kepiawaan membangun citra perusahaan. Maka seharusnya setiap perusahaan perlu mengetahui citranya di masyarakat. Sayangnya masih sedikit perusahaan yang sungguh-sungguh berupaya membangun citra.
Ketidaksungguhan mereka dalam membangun citra terlihat dari tidak adanya tim khusus yang bertugas untuk mengevaluasi citra perusahaan serta minimnya alokasi dana untuk kegiatan tersebut. Ditambah lagi jika pengukuran dilakukan tidak secara sistematis kesadaran terhadap perlunya membangun citra perusahaan sulit ditumbuhkan.
Tugas opini publik dalam kaitannya membangun citra disebuah lembaga atau bagian yang melayani dan memperjelas sesuatu yang dihadapi sebuah lembaga atau organisasi disebut Public Relations (PR) atau humas dan bagian marketing. Mereka ini menjadi penghubung antara lembaga perusahaan dan khalayak. Dengan harapan penjelasan pesan-pesan tersebut akan dapat mengubah citra publik terhadap institusi atau perusahaan melalui media massa.
Membentuk dan Mempertahankan Citra
Upaya mengenalkan diri kepada khalayak merupakan strategi komunikasi yang mutlak dilakukan. Memperoleh pengikut bukanlah persoalan yang mudah, sebab dewasa ini orang menyamakan dirinya dengan orang lain atau pihak lain tidak semata-mata mengikuti aspek “kebutuhan nyata”, tetapi lebih berperan dalam keputusannya adalah “rasa membutuhkan.” Mungkin dalam kenyataannya mereka membutuhkan produk itu tetapi kalau tidak ada rasa membutuhkan, mereka tidak akan mendekatinya.
Tugas penting dari organisasi/perusahaan adalah bagaimana merumuskan nilai-nilai penting yang bisa mendekatkan, produk dan insitusinya kepada segmen pasar. Membentuk citra baru lebih mudah dilakukan bagi produk-produk baru yang sebelumnya tidak dikenal masyarakat luas. Apalagi produk tersebut tidak mempunyai pesaing yangberarti. Tugas komunikasi hanyalah begaimana menciptakan aktivitas komunikasi secara teratur, berkesinambungan, dan menggandakan pemakaian saluran komunikasi yang digunakan. Tugas public relation bagaimana agar pengetahuan baru bisa diterima khalayak.
Lalu bagaimana dengan mempertahankan citra? Mempertahankan citra lebih sulit ketimbang membangun citra, mengapa? Karena ketika citra sudah terbangun, biasanya akan mengundang pesaing berkompetisi. Pada saat itu muncullah ujian, mempertahankan citra yang sudah mapan dengan pola kerja yang lama, dan sudah terbentuk pengikut yang setia/fanatic. Ketika memutuskan untuk mengubah citra, risikonya harus membangun strategi komunikasi dari awal lagi yang berarti membutuhkan cost tambahan yang tidak sedikit.
Dalam hal mempertahankan citra, yang perlu diperhatikan, bagaimana menyusun pesan, tidak terkesan ambisius,mengundang konflik (mencari musuh). James Lull menyatakan agar dipertimbangkan unsur budaya. Lull mengambil contoh “suasana nasional” di Amerika Serikat seusai perang Teluk menggambarkan dengan jelas bagaimana struktur nilai yang berdasarkan pada budaya dapat digunakan untuk menjual produk.
Memperbaiki dan Menguatkan Citra yang Buruk
Apa yang bisa dilakukan ketika citra lembaga kita menjadi buruk? Hampir-hampir tidak ada yang bisa dilakukan, karena ketidakpercayaan publik terhadap lembaga kita menuntut kita tidak melakukan apapun. Setiap tindakan yang dilakukan tidak akan mengundang simpati, malah sebaliknya yaitu mengundang antipati.
Dalam situasi citra terpuruk, pembelaan diri tidak ada gunanya. Meskipun format bahasa yang halus, argumentasi yang kuat, bahkan data pendukung sekalipun. Prasangka negatif publik, tidak bisa memaksakan diri mengatakan warna yang sebenarnya, karena memang mereka tidak dapat lagi membedakan warna satu sama lain. Yang bisa dilakukan adalah evaluasi internal alias perbaikan internal, setelah itu baru menyusun strategi untuk memperbaiki citra.
Tindakan diam juga tindakan yang paling tepat untuk ditempuh perusahaan. Minimal membiarkan opini publik menurunkan tensinya, karena publik mempunyai titik kejenuhan dalam mengikuti opini publik tertentu. Ketika publik sudah jenuh, bahkan sudah melupakan dan beralih ke opini publik lain, barulah strategi berkomunikasi dengan publik mulai disusun.
Citra juga bisa menurunkan popularitas, karena kuatnya citra pesaing. Situasi semacam ini dapat merugikan organisasi. Kalau organisasi ini merupakan organisasi bisnis, maka penurunan keuntungan berakibat lesunya penjualan. Seringkali dampak yang dilakukan dalam situasi persaingan cenderung emosional, dan semakin merusak citra. Respon emosional makin memperparah citra.
KONSEP PEMBANGUNAN
Menurut sifatnya, konsep pers pembangunan biasanya berkaitan dengan urusan jangka pendek; kegunaan komunikasi massa yang berhasil dan subversive untuk menggulungkan rezim yang diremehkan hanya terbatas bagi banggsa yang menerapkannya sendiri.ketika tujuan tercapai, kemenanngannya harus diperkuat ,maka konsep otoritarian atau komunis – biasanya mengambil alih. Tetapi belakangan ini suatu keaneka ragaman konsep otoritarian dan konsep pembangunan telah muncul di Negara – Negara miskin di Dunia Ketiga.
Konsep pembangunan adalah gagasan, retorika, pengaruh, dan keluhan yang tersamar dan aneh.Hingga kini, konsep ini belum didefenisikan secara gambling.didalamnya terdapat aspek – aspek yang berada diluar konsep Lenin dan komunis. Barangkali yang lebih penting adalah, konsep ini sangat dipengaruhi ilmuwan sosial barat yang menduduki peranan utama bagi komunikasi massa dalam proses pembangunan bangsa di Negara – Negara yang baru merdeka. Para sarjana AS seperti willbur schramm, Daniel lerner, dan Lucian pye, semuanya adalah kaum libertarian sejati, yang telah menunjukkan bagaimana proses komunikasi penting bagi pencapaian kesatuan nasional dan pembangunan ekonomi; dengan demikian, mereka secara tidak sengaja telah memberikan suatu landasan bagi pengawasan pers yang otokratik.
Dallas Smithe dari kanada, kaarle nordenstreng dari finlandia dan Herbert Schiller dai AS yang telah menggelindingkan pandangan Marxis dan mengenbuskan sebuah sentuhan anti Amerikanisme yang kuat terhadap konsep pembangunan. Konsep itu, dalam batas tertentu merupakan kritik dan reaksi terhadap media Barat dan media Transnasionalnya. Ia juga mencerminkan frustasi dan kemarahan bangsa – bangsa miskin dan lemah di Dunia Ketiga. Suatu badan internasional yang besar, Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB ( UNESCO ), selama decade 70-an telah menyelenggarakan suatu forum dan lembaga pengkajian untuk mengukur rumusan konsep pers pembangunan.
Pada umumnya, ukuran konsep pembangunan itu sebagai berikut:
1.semua sarana komunikasi massa – surat kabar, radio, televise, ganbar hidup, dan berbagai pelayanan informasi lainnya – harus digerakkan oleh pemerintah pusat untuk membantu tugas agung pembangunan bangsa seperti memerangi buta huruf dan kemiskinan, membangun kesadaran politik rakyat membantu perkembangan ekonomi.
2.media juga harus mendukung pemerintah dan tidak boleh menentangnya.tidak ada tempat perbedaan pendapat dan kritik, kaena ada sebagian alas an bagi pemerintah yang sedang berkuasa untuk membela diri melalui media bila terjadi kekalutan.
3.informasi ( kebenaran ) menjadi milik Negara; arus kekuasaan ( dan kebenaran ) antara pemerintah dan yang diprintah berlangsung dari atas kebawah seperti dalam konsep otoritarisme tradisional.informasi atau berita merupakan sumber daya nasional yang sangat langka; informasi atau berita itu harus digunakan untuk mengembangkan tujuan nasional.
4.termasuk didalamnya tetapi tidak sering diartikulasi, adalah pandangan bahwa hak individu untuk menyatakan pendapat dan kebebasan sipil lainnya agak kurang relevan bila dikaitkan dengan masalah besar kemiskinan penyakit, buta huruf dan kesukuan yang melanda kebanyakan negara – negara dunia ketiga.
5.konsep pers terpimpin ini lebih jauh mengandung pandangan bahwa setiap bangsa berdaulat berhak mengontrol para wartawan asing dan mengontrol arus keluar dan masuknya berita yang melintasi perbatasan Negara.
Sebagian kristisi mengatakan bahwa konsep utama pembangunan merupakan penolakan terhadap pandangan barat.dalam beberapa hal media barat mendapat serangan ;sebagian kritik megatakan bahwa media internasional barat terlalu perkasa dan monopolistik, merembes demikian leluasa dan efektif.agen – agen berita dunia – AP, UPI, Reuters, dan AFP – memiliki sasaran tertentu.
Media barat menggambarkan titik pandangan asing yang dipaksakan terhadap Negara – Negara yang mencoba membangun identitas modernnya yang mandiri.kebudayaan tradisional terancam oleh banjirnya berita dan budaya massa – program televise, musik pop, bioskop, dan sebagainya. Terutama dari amerika serikat dan inggris.dominasi seperti ini bisa menedorong terjadinya serangan cultural.
Konsep pembangunan merupakan pandangan komunikasi massa dari banyak Negara dunia ketiga yang rakyatnya memiliki keaneka ragaman warna kulit, kemiskinan , tingkat gizi rendah, buta huruf dan sebagainya, yang menyimpan kebencian terhadap Barat yang raktyatnya terutama dikaukasia, ( kecuali Jepang ), makmur dan melek hufur.
Raighter dari Sunday times, London, yang menulis buku Whose News? Yang beisi ringkasan controversial, percaya bahwa terdapat suatu kampanye yang terorganisasi – melaui agen – agen supranasional seperti UNESCO , untuk melakukan pengelompokkan antar pemerintah dan dalam sejumlah lembaga akademik maupun kuasi politik – untuk memberikan penghargaan internasional kepada konsep pers terpimpin.
Pembelaan dunia ketiga dengan system media terpimpin berasal terutama dari para pemimpin politik dan para wakil pemerintahan. Beberapa pakar menganggap konsep pembangunan hanya suatu kondisi sementara dan tradisional menuju pencapaian suatu masyarakat yang lebih mantap dan partisipan. Diberbagai Negara yang medianya dikontrol pemerintah dibela oleh para pemimpin nonformal dan para juru bicara UNESCO , ada wartawan , pengacara , dan arus informsi yang bebas.dan anehnya juru bicara pemerintah di banyak Negara yang medianya diawasi justru sangat menginginkanpers dan siaran yang lebih bebas dan terbuka daripada yang dialami sekarang. Kontraversi yang menyebabkan perbedaan konsep komunikasi massa ini – antara konsep barat dan konsep pembangunan – dengan nada otoritarisme yang kuat – meningkatka kebencian dan sedikit saja menunjukkan tanda – tanda melemahnya kebencian tersebut.ketika dunia menjadi semakin kecil, konflik yang mengenai bagaimana berita dan informasi diawasi menajadi masalah yang kian serius.
Lima konsep pers ini berguna untuk menjelaskan beberapa persepsi yang berlainan mengenai sifat berita dan bagaimana seharusnya berita itu disebarluaskan.
KESIMPULAN
Bentrok Ideologi: Lima Konsep Pers
Kebebasan pers itu memang sangat di di perlukan suatu Negara agar apa yang menjadi tujuan utama Negara tersebut bisa tercapai,dengan dukungan wartawan dalam hal ini pembuat berita.konsep pers otoritarian umum dan swasta diatur oleh Negara dalam hal ini media dapat beroperasi jika tidak ada kritik rezim atau perbedaan paham.sensor ketika atau sedang atau sebelum beredar,untuk konsep barat atau sering disebut libertarian dan tanggung jawab social, meia yang mengontrolnya adalah swasta,system siaran umum dan tekanan pada kebebasan dari pembatasn berita dan program, sedangkan pers bebas untuk mengkritik pemerintah tapi harus dilakukan secara bertanggung jawab, untuk pers komunis media terintegrasi kedalam partai dan pemerintah , tidak ada media milik swasta tekanan pada penyiaran pandangan dan kebijakan resmi Negara memobilisasi dukungan consensus bernilai. Untuk konsep pers revolusioner medianya illegal atau subversive tidak dikontrol pemerintah, media dibawah tanah sering dari luar negeri berusaha menggulingkan pemerintah. dan konsep pers yang dipilih adalah konsep pembangunan dimana pemerintah dan atau partai mengontrol dan mengarahkan media dalam dalam memobilisasi media untuk mendukung tujuan nasional dan pembangunan ekonomi, integrasi politik dan kampanye melawan kemisknan penyakit dan buta huruf.
Kelima konsep pers tersebut masing – masing memang memiliki kelemahan dan kelebihan tapi paling tidak ada konsep pers yang lebih mementingkan kesejahtraan rakyat maka itu harus dipertahanka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar